Memori Tentang Bromo : Nikmat Tuhan yang Tak Terlupa

Pemandangan Bromo
photo by : me
hasil jepretan hp jadul
Ngomongin soal Bromo emang nggak ada matinya. Bromo menjadi destinasi favorit yang paling mudah dijangkau bagi mereka-meraka yang penasaran sama wisata gunung, contohnya saya. Saya memang bukan pendaki yang hobi muncak ke gunung ataupun bukit yang gedenya segede gunung, enggak. Saya cuma manusia yang bisa rekreasi aja udah seneng, apalagi naik gunung. Sebenarnya emang dari jaman masih unyu-unyu masih belum umur 17th, pernah ngimpi jadi ikut keanggotaan mahasiswa pencinta alam. Tapi apa boleh buat, restu orang tua tidak ada. Akhirnya ya saya berakhir menjadi anak teater yang cuma bisa diem, cuma bisa ngempet kalau ada yang mendaki atau vakansi gunung.Bahkan, di masa-masa kuliah pun, temen-temen yang emang notabene-nya udah jadi pendaki atau traveller, ya suka ngajakin untuk wisata alam. Lagi-lagi saya nggak ikutan. Lagi-lagi saya ngempet, dan lagi-lagi saya cuma bisa lihatin foto mereka di postingan instagram mereka. Kalau saya mah mentok paling tinggi di Bukit Dlundungan, Trawas, Mojokerto. 

Hingga akhirnya, saya teringat sebuah grup yang mulai berdebu, ibarat rumah mungkin udah banyak sarang laba-laba dan udah angker. Batin saya tergerak untuk memberi kabar atau sekedar basa-basi untuk menghidupkan kembali grup tersebut. Pancingan agar mereka membalas pun, dipancing dengan menanyakan kabar dan menanyakan apakah mau untuk liburan bersama atau tidak. Sebelumnya saya dan Berlian (temen saya satu grup, red) sudah pernah jumpa dan ngomongin ini. Jadi, pas lagi nanyain gitu terus nggak ada yang nanggepin, seenggaknya Berlian bantuin ngomporin yang di grup untuk membalas pesan singkat tersebut. Akhirnya setelah menghadapi berbagai keruwetan mulai dari nentuin tanggal sampai destinasi wisata. Terpilihlah Bromo menjadi destinasi vakansi kami untuk first trip gen8 tanggal 9 September 2017 dengan bantuan travel menuju kesana. Oh iya, saya belum ngasih tau ya itu grup apa, jadi grup yang berdebu itu grup gen8. Sudah pernah saya jelasin di postingan blog sebelumnya, klik aja disini . 

Singkat cerita, hari yang ditunggu pun tiba. Sayangnya, dari berdelapan, hanya tujuh orang yang bisa ikutan. Satunya berhalangan hadir, tapi nggak apa-apa, kami tetap bisa terima alasan mereka. Bukankah persahabatan memang harus seperti itu? eaaaa. Oke, balik lagi soal vakansi Bromo ya. Bromo menjadi salah satu memori terbaru dan paling nomer satu untuk memori soal vakansi. Kenapa? lihat aja tulisan diatas, ya khaaan? akhirnya setelah ribuan purnama, saya wisata alam ke gunung. Gunung ya bukan bukit. 

Rangkaian demi rangkaian kejadian disana masih terngiang sampai detik ini. Pas ngetik gini juga sambil senyam-senyum sendiri teringat setiap kejadian yang lalu. Mulai dari lepas rombongan yang dikarenakan miss komunikasi antara pihak travel dan supir jeepnya. Gimana nggak jengkel ya, yang harusnya bertujuh, kepisah. Saya dan Berlian di Penanjakan 1 yang banyak orang menyebutnya Bukit Cinta. Lima orang lainnya hanya sampai di Penanjakan 2 atau nama lainnya Seruni Point. Karena namanya perempuan ya, nggak ngomel nggak asik. Meskipun ngomel-ngomel pun nggak akan ada hasil, akhirnya kami berdua memilih untuk melanjutkan menikmati sunrise berdua tanpa lima orang tersebut. (Karena nggak mungkin juga kalau lima orang tersebut kudu ke Penanjakan 1 karena persoalan waktu). 

Kondisi masih gelap
photo by : Abid Famasya
Untuk mendapatkan sunrise yang begitu cantik, wajib hukumnya naik ke Penanjakan. Saat naik ke Penanjakan, yang saya rasakan cuma satu. Ngos-ngosan Hahahaha. Bisa jadi karena saya kurang olahraga, dan juga karena efek hawa disana yang dingin banget sampe bikin menggigil. Karena dingin yang menyerang begitu menusuk tulang, saya dan Berlian memutuskan untuk membeli sarung tangan ke ibu-ibu yang berjualan di area Penanjankan. Ditambah disana masih kondisi masih gelap, dan minus mata udah mulai nambah tapi masih pakai kacamata yang lama. 

Sampailah kami di atas, gelap? iya. Kami berdua hanya bisa lihat bulan dan bintang yang masih senyam-senyum lihatin saya dan Berlian. eh bukan ding, yang senyam-senyum sendiri itu kami berdua. ehehehe. Awalnya kami salah ambil posisi, kami malah pilih posisi menghadap matahari terbenam. Hahahaha. Akhirnya kami pilih spot yang strategis yaitu di depan Gunung Batok tapi masih bisa lihat sunrise. Karena memang saat itu lagi ramai pengunjung, jadi kami hanya berdiri soalnya kalau duduk takutnya nggak cukup malah kepleset. Jatuh. Nggak lucu dong. Hahaha. Tapi emang ya, ada aja orang baik yang mau menolong. Sepasang kekasih yang biasa kita sebut sebagai bule, mempersilahkan duduk di tikarnya. Dengan senang hati pun kami duduk bersama mereka. 

Angin mulai kencang, dingin makin menjadi. Kami berdua nyekukruk kademen nggak tahan sama dinginnya. Maklum kalau saya emang hidup di daerah perkotaan yang panas dan banyak asap ngebul dari kendaraan atau industri. Jadi ya, kalau kena dingin gitu aja udah kademen tingkat dewa. Dan akhirnya, perlahan matahari mulai malu-malu nampakin wajahnya. Setelah tengok matahari yang malu-malu. Saya coba tengok belahan lainnya. Dan ya, hasilnya di foto ini. Langit kemerah mudaan dan biru. Subhanallah banget....
Emang sih saya nggak ada kamera yang bagus yang bisa mengambil kecantikannya. Syukur alhamdulillah Allah memberikan saya dua mata yang bisa meng-capture keindahan yang paripurna. 

Langit kemerah mudaan dan biru
Photo By : Yussaq Ali
Cukup puas menikmati keindahan alam semesta di Penanjakan, turunlah kami berdua dengan alasan sudah jam setengah enam, waktunya kumpul untuk ke destinasi selanjutnya. Padahal mah alasan yang pertama yaitu lapar. Kami berdua memilih bakso untuk menu sarapan kami. Dengan merogoh kocek sebesar 15k, kami berdua sudah dapat satu porsi bakso campur dengan gorengannya. Herannya, jelas-jelas di depan mata kami kuah bakso yang masih diatas kompornya mendidih. Tapi dengan hawa yang mendukung banget, bakso yang panas, bisa gak panas sekali, malah hangat dan nikmat sekali. 

Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, perjalanan dilanjutkan menuju Kawah Bromo. Destinasi inilah yang menyatukan rombongan yang telah lama berpisah beberapa jam. Mulailah kembali ke kebiasaan awal kami yang suka adu mulut, berbagi cerita, dan selfieeeee. Hahaha. Setelah bertemu rombongan, perjalanan dari tiap destinasi bisa bertujuh. Mulai dari Kawah bromo, Bukit Telletubies, hingga ke Pasir Berbisik. Oh ya, saat di Kawah Bromo, dari bertujuh hanya satu yang mau naik keatas untuk ke kawah. Semuanya pada tepar, capek jalan hahaha. 

Pas udah ketemu di destinasi kawah, yang motoin Ysq.
Photo By : Ysq
Bromo punya banyak keindahan yang saya sendiri gak bisa ketikin banyak-banyak. Karena emang semua kesimpen ke memori otak saya. Mulai dari orang-orangnya, kejadiannya, pemandangannya. Semuanya. :")
Dan yang paling penting adalah untuk pertama kalinya ke Bromo bareng temen-temen seperjuangan yang kenal sejak maba dan baru pertama kali juga ngadain trip bersama. 

8th generation
photo by : Ysq
Kayaknya bakal panjang ya kalau mau ceritain memori-memori baik. Saya emang bukan pendaki tapi saya tetep bersyukur banget bisa sampai ke titik ini. Semoga kalau ada umur panjang atau keberanian lagi bisa nyambangi gunung-gunung lainnya. AAMIIN.

Buat kalian yang belum pernah nyoba wisata gunung. Cobain sekaliiii aja. Pasti nagih. 

Tabik.


Komentar

Postingan Populer